Minggu, 29 Juni 2008

Indikator Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Daerah

Oleh: Rasiam SE.I

TERINPIRASIKAN dari pernyataan Didik J Rachbini yang mengatakan bahwa dalam perjalanan sejarahnya ilmu ekonomi semakin lepas dari persfektif moral dan pranata sosial budaya. Perkembangannya menjadi segmentatif dan mikro sehingga hanya bisa menjelaskan secara parsial pula fenomena-fenomena kemasyarakatan yang ada. Spesialisasi memang tidak bisa dihindarkan, tetapi membiarkan ilmu ekonomi menjadi parsial sama dengan mengkerdilkan ilmu ekonomi itu sendiri. Karena itu, upaya untuk meneguhkan kembali ilmu ekonomi sebagai bagian holistic dari ilmu sosial atau ilmu humaniora merupakan proses menuju ke arah kesejatian dirinya.

Keterlenaan terhadap pemisahan antara ilmu ekonomi dengan ilmu humaniora lainnya berdampak pula pada cara mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu Daerah. Pengukuran itu tentunya diawali oleh paradigma yang keliru yang tidak melihat tuntutan kebutuhan (basic need) masyarakat. Selama ini keberhasilan pembangunan selalu ditekankan hanya pada pertumbuhan ekonomi yaitu diukur dengan besar kecilnya pendapatan regional atau pendapat per kapita.

Pendekatan ini sudah mulai ditinggalkan oleh kebanyakan pakar ekonomi dan beberapa negara maju. Beberapa ukuran kemajuan suatu daerah tidak hanya bisa diukur dengan melihat banyaknya pendapatan per kapita (PDRB). Akan tetapi masih banyak lagi ukuran-ukuran yang dijadikan acuan, salah satunya adalah pemerataan, kualitas kehidupan masyarakat (Physical Quality of Life Index), kerusakan lingkungan, keadilan sosial, kesinambungan dan terbangunnya masyarakat yang beradab.

Kekayaan keseluruhan yang dimiliki oleh suatu wilayah belum tentu terdapat pemerataan kekayaan ke seluruh penduduk. Sebagian kecil masyarakat memiliki kekayaan yang luar biasa sementara di pihak lain yang lebih mayoritas masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak mempunyai tempat tinggal. Mereka hanya tinggal dikolong jembatan. Atau pun kalau mereka mempunyai rumah tidak memenuhi kreteria untuk dihuni. Artinya di sini terdapat kesenjangan yang sangat tinggi. Untuk itu pemerataan menjadi salah satu ukuran keberhasilan pembangunan.

Kualitas kehidupan masyarakat (Physical Quality of Life Index) juga menjadi salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Ukuran-ukuran ini bisa dilihat dari beberapa indikator (pertama), rata-rata harapan hidup, (kedua), rata-rata jumlah kematian dan (ketiga), rata-rata prosentasi buta dan melek huruf (pendidikan). Terkadang tingginya pendapatan wilayah tidak diiringi dengan peningkatan Physical Quality of Life Index-nya (sekarang HDI). Masyarakat pedalaman masih bayak ditemukan tidak mampu mengenyam pendidikan karena disebabkan tidak adanya pendistribusian kekayaan yang merata.

Di sisi lain, kondisi lingkungan menjadi salah satu ukuran keberhasilan dalam pembangunan. Mengapa ini menjadi salah satu topik dan syarat menarik dalam mengukur pembangunan? Bahwa kesalahan dalam konsep pembangunan selama ini tidak pernah memperhatikan kehidupan jangka panjang (kelestarian lingkungan). Selalu terjebak pada kehidupan jangka pendek yang penuh pragmatis. Artinya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable) selalu diabaikan. Padahal beberapa abad berikutnya merupakan kehidupan yang akan dirasakan oleh anak cucu kita yang mesti diperhatikan. Jika pembangunan saat ini tidak memperhatikan jangka panjang, maka secara tidak langsung telah meracuni generasi masa depan. Perusakan lingkungan sudah kentara dialami oleh negara Indonesia terutama Kalbar. Dampak dari pengrusakan lingkungan (hutan; salah satunya) ialah terjadinya banjir sehingga dapat mengganggu proses pembagunan pada sektor ekonomi yang lain seperti pertanian (sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan) dan lain sebagainya.

Keadilan sosial dan kesinambungan menjadi penentu bagi keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Jika keadilan pembangunan tidak terwujud maka yang terjadi adalah rusaknya mental masyarakat. untuk tidak heran jika dimana-mana terjadi tindakan kriminal. Kondisi ini terjadi karena masyarakat sudah mengalami depresi berat. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya lapangan kerja. Untuk itu di samping tidak terjadi kerusakan lingkungan, bagaimana juga tidak terjadi kerusakan mental yang berakibat pada kehidupan social.

Pembangunan ekonomi semestinya juga mampu menciptakan masyarakat yang beradab. Jika di suatu wilayah masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran sosial seperti kekerasan dan amoral lainnya berarti menandakan bahwa pembangunan perekonimian tidak berhasil. Karena ekonomi tidak bisa lepas dari kontek sosial.

Beberapa indikator ini merupakan bagian-bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan ekonomi, karena paradigma pembangunan ekonomi sudah mengarah kepada bagaimana ilmu ekonomi mampu juga menciptakan manusia yang beradab.

(Penulis adalah Mantan Ketua Eksternal Badan Koordinasi (BADKO) HMI Kalbar)

0 komentar: