Minggu, 29 Juni 2008

Reformasi Belum Dewasa

Oleh : Aspari Ismail
IBARAT seorang anak, reformasi lahir dari rahim ibu Pertiwi, karena "perselingkuhan kekuasaan" yang diperankan oleh seorang bapak yang bernama Soeharto. Perselingkuhan tersebut dilakukannya selama 32 tahun. Perbuatan yang tak senonoh itu dibongkar oleh ribuan mahasiswa, dan pada akhirnya berhasil melengserkan penguasa rezim orde baru itu dari singgasananya.

Lahirnya reformasi pada 21 Mei 1998, disambut hangat oleh keluarga besar Indonesia. Rakyat Indonesia menyimpan harapan (ekspektasi) bahwa Indonesia Baru akan segera terwujud pasca kejatuhan Soeharto. Para politikus sebagai "dokter kandungan" bernafas lega karena berhasil mengeluarkan bayi reformasi dari perut ibu pertiwi. Ribuan mahasiswa pun bersyukur karena Soeharto mau "angkat tangan", sebab situasi politik waktu itu sudah tidak bisa lagi dikendalikannya, karena seluruh penjuru Indonesia saat itu terjadi kerusuhan, penjarahan, pembakaran, dan varian kekerasan lainnya. Tak sedikit korban yang meninggal, termasuklah Syafaruddin (mahasiswa Polnep Pontianak), dan kawan-kawan di kampus Tri Sakti, dan lain sebagainya.

Reformasi dianggap bocah cilik yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi. Ada enam agenda yang dibebankan kepada reformasi; turunkan soeharto, percepat pemulihan ekonomi, adili soeharto dan kroninya, supremasi hukum, selenggarakan pemilu yang demokratis, dan cabut dwi fungsi ABRI/TNI. Ternyata, kesaktian yang dimiliki oleh reformasi sungguh sangat dahsat. Tiga Presiden sekaligus; Soeharto, BJ. Habibi, dan Abdurrahman Wahid (Gusdur), sanggup dihabisinya.

Kini, reformasi sudah berusia tujuh tahun, usia yang belum dewasa. Karenanya dia masih belum sanggup untuk mewujudkan keinginan dan harapan keluarga besarnya (baca: Indonesia) untuk keluar dari krisis. Penderitaan bangsa ini kian dalam dengan tertularnya virus krisis moral. Cita-cita tentang pemerintahan yang jujur dan bersih, hukum yang tegak dan adil, kemakmuran yang didistribusikan secara merata, kehidupan demokrasi yang dewasa, keamanan yang terjaga, pendidikan yang murah dan sejenisnya, belum bisa "dihidangkan kemeja" kehidupan rakyat Indonesia.

Perubahan yang signifikan bagi perkembangan Republik ini belum bisa dinikmati.

Walaupun Presiden silih berganti, elite politik bisa bergeser posisi, tetapi harkat dan martabat rakyat tidak banyak tersentuh oleh perbaikan. Reformasi hanya mendatangkan manfaat dikalangan elit. Sehingga bagi rakyat biasa reformasi dianggapnya menjadi anak yang durhaka, yang membuat kehidupan mereka susah. Bahkan mereka mengatakan bahwa reformasi itu membuat masyarakat repot untuk mendapatkan nasi. Apalagi dengan naiknya bahan bakar minyak dan ikuti dengan melambungnya harga barang yang lainnya, membuat rakyat Indonesia merasa tercekik. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja masih susah, apalagi untuk menyekolahkan anak mereka kejenjang yang lebih tinggi. Sehingga makin lengkaplah penderitaan yang mereka alami.

Tanpa melupakan sejumlah prestasi yang telah diraih selama proses perkembangan reformasi, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa reformasi telah kebablasan. Berbagai dimensi kehidupan negeri ini selalu dibayangi oleh kecemasan dan rasa takut yang luar biasa. Sekedar contoh; terjadinya kerusuhan, pembunuhan, teror, dan bentuk kekerasan dan sadisme yang lain hidup bergentayangan di bumi Indonesia. Cita-cita mewujudkan masyarakat madani, berubah wajah menjadi masyarakat yang sangar dan anarkis.

Hariman Siregar mengatakan bahwa bangsa ini sudah memasuki era drunken society. Sebuah masyarakat dapat dikatakan sebagai masyarakat yang mabuk jika; Pertama, masyarakat berkeinginan keras untuk mengeksperisikan kebebasannya tanpa mempedulikan bahwa orang lain juga punya kebebasan yang kurang lebih sama. Kedua, masyarakat bertindak dan berprilaku tidak berdasarkan norma-norma yang ada. Ketiga, suara-suara moral sudah tidak lagi memiliki aura kewibawaan.

Gerakan reformasi memang layak dinilai, dikaji, dan dilakukan refleksi dan introspeksi. Untuk itu, reposisi reformasi kepada makna asalnya menjadi sesuatu yang sangat niscaya untuk dilakukan oleh rakyat Indonesia (Kholis Malik: 2001). Pada awalnya reformasi didesain untuk membenahi serta melakukan perubahan mendasar dan sistemik terhadap sistem yang telah mapan dan status quo. Inti dari dari reformasi yang sesungguhnya adalah penataan kembali segala dimensi kehidupan rakyat secara mendasar, bukan sekedar soal mengganti atau menjatuhkan orang yang berkuasa (Hendrizal, Harian Pelita: 11 Mei 2005).

Seruan reformasi total hanya akan menjadi retorika tanpa makna bila kita belum memiliki semangat kebersamaan dalam membangun negara ini. Bisakah kita memulai untuk tidak korupsi dari hal yang paling kecil sekalipun ? Mampukah kita menghargai perbedaan ditengah kebhinnekaan yang kita miliki? Sanggupkah kita membangun demokrasi disaat kita masih mencintai kekerasan? Jawabannya ada pada kita semua. Jika kita mempunyai keyakinan yang dalam dan semangat yang kuat, maka kita akan bisa melakukannya, begitupula sebaliknya.

Optimisme reformasi mesti tetap dijaga, dirawat dan digalang secara kolektif. Tugas Pemerintah, para pemimpin, partai-partai, dan kaum terpelajar adalah menjaga agar reformasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Memang ini pekerjaan yang sangat berat dan susah. Tetapi reformasi harus tetap dijalankan. Bangsa Indonesia mesti bersabar dan berupaya untuk mewujudkan reformasi agar dapat tumbuh dewasa, dan bisa menjadi anak yang berbakti bagi nusa dan bangsa. Semoga.

(Aspari Ismail, Mantan Wakil Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) STAIN Pontianak dan Mantan Sekretaris Umum HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Pontianak)

0 komentar: