Senin, 30 Juni 2008

Komitmen Pemda Terhadap Bazda, Perlu Perda?

Oleh : Viryan
BADAN Amil Zakat (Bazda) Kalbar telah melaksanakan musda yang dihadiri oleh Gubernur Kalbar H Usman Jafar. Musda tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kerja pengurus lalu dan menyusun program untuk pengurus berikutnya, sekaligus memilih pengurus baru sebagaimana telah diberitakan harian ini. Salah satu hal yang menarik adalah munculnya soal ketiadaan dukungan Pemda Kalbar terhadap Bazda Kalbar untuk mendukung operasional Bazda. Terlebih Bazda Kalbar selama dibawah kepemimpinan Alm H Djuni Hamidy, SH telah menoreh prestasi nasional dengan merebut ZAKAT AWARD, suatu penghargaan yang patut menjadi kebanggaan daerah.

Profil UU Pengelolaan Zakat

Permasalahan pengelolaan zakat di Indonesia telah diatur dalam UU No. 38 Tahun 1999 yang termasuk undang-undang sederhana karena hanya terdiri dari 25 pasal saja, sangat berbeda dengan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu atau UU Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004. Selain sederhana, perbedaan lainnya adalah keberadaan UU Pengelolaan Zakat tersebut nyaris tidak menarik perhatian publik, sangat berbeda dengan dua undang-undang lainnya. Namun dengan UU Pengelolaan Zakat, telah hadir dengan mendapat legitimasi pemerintah belasan lembaga pengelola zakat nasional yang berkhidmat untuk melayani dan memandirikan masyarakat, sebagai contoh dapat disebut seperti Dompet Dhuafa (DD), Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Dompet Peduli Ummat (DPU) Aa Gym, hingga Baznas dan lembaga zakat bank syariah seperti Baitul Maal Muamalat atau BSM Ummah dan lainnya. Kiprah lembaga tersebut sangat terasa keberadaannya ditengah-tengah masyarakat miskin atau yang termiskinkan. Mereka tidak banyak bicara tentang nasib orang miskin, karena bagi mereka orang miskin bukan semata-mata untuk dibicarakan dan lebih-lebih dibicarakan untuk disejahterakan, melainkan didampingi dan didukung untuk dimandirikan, sehingga tidak terjadi pelestarian kemiskinan.

Demikianlah, nasib kaum miskin dan papa kurang terperhatikan dan keberadaan undang-undang tentang pengelolaan zakat yang didedikasikan untuk mengurus kaum miskin dan papa juga sama nasibnya, kurang terperhatikan (tidak diperhatikan). Kenyataannya Bazda Kalbar tanpa dukungan operasional dari pemerintah daerah dapat berkarya untuk melayani dan memandirikan ummat, terlebih bila mendapat dukungan?

Tantangan Buat Bazda

Dengan adanya bantuan operasional dari pemda kepada Bazda Kalbar (Bazda Kabupaten/Kota) nantinya akan menjadi pendukung operasional Bazda sehingga dapat lebih eksis dalam menjalankan programnya. Sebagai konsekwensinya atau menyiapkan diri untuk menerima dukungan operasional APBD, diharapkan Bazda dapat juga terus berbenah diri untuk semakin mengoptimalkan penerapan manajemen zakat modern dengan prinsip-prinsip tepat sasaran, transparan dan profesional. Terlebih usia organisasi Bazda yang cukup lama serta memiliki potensi muzakki yang paling besar di daerah ini dibanding dengan lembaga zakat lainnya. Erie Sudewo (Manajemen Zakat; 2004) mengemukakan 15 ciri pengelolaan zakat yang perlu dihindari, yaitu : 1. Anggap Sepele; 2. Pekerjaan Kelas Dua; 3. Tanpa Manajemen; 4. Tanpa Perencanaan; 5. Struktur Organisasi Tumpang Tindih; 6. Tanpa Fit and Proper Test; 7. Kaburnya Batasan; 8. Ikhlas Tanpa Imbalan; 9. Dikelola Paruh Waktu; 10. Lemahnya SDM; 11. Bukan Pilihan; 12. Lemahnya kreativitas; 13. Tak Ada Monitoring dan Evaluasi; 14. Tak Disiplin; 15. Kepanitiaan. 15 ciri tersebut muncul beranjak dari realitas pengelolaan zakat berkembang di masyarakat dan dalam pandangannya, bila zakat dikelola dengan menerapkan prinsip manajemen modern, maka berdampak pada semakin banyaknya kaum miskin yang dapat tersantuni oleh lembaga zakat dan ini telah dibuktikan dengan kiprah lembaga zakat nasional, bahkan laporan keuangannya juga diaudit oleh kantor akuntan publik. Pada tempatnyalah bila Bazda berkomitmen untuk terus berbenah diri, pemerintah daerah mendukungnya. Dalam UU No. 38 Tahun 1999, pasal 23 disebutkan bahwa ".....pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat".

Perlunya Perda Pengelolaan Zakat

Perda pengelolaan zakat di tingkat provinsi dapat menjadi payung hukum untuk memperjelas, menjabarkan dan menjadi acuan kerja bagi Bazda dan juga Lazda yang berada di tingkat propinsi, sehingga tidak hanya terdapat kepastian payung hukum, melainkan juga kepastian kualitas kerja dan cara kerja yang mesti dilakukan Bazda dan Lazda serta tentunya peran nyata pemerintah, sehingga terdapat kesatuan arah gerak (bukan kesatuan gerak) antara pemerintah, Bazda (lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah) dan lazda (lembaga zakat yang dibentuk masyarakat).

".....sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia..." (Q.S. Ar Ra'd/Guntur ayat 11).

Entah kapan, semoga cerita surplus zakat di Yaman yang ketika itu Gubernur Yaman adalah Muadz Bin Jabal mengalami surplus zakat sampai dengan tidak ada lagi orang Yaman yang mau menerima zakat karena semuanya telah menjadi muzakki dan karenanya, Khalifah Umar bin Khattab dengan berat hati menerimanya dan mensuplai ke daerah-daerah lain yang kekurangan. Hal tersebut dapat saja terjadi kembali, namun bagaimana dan dimana peran pemerintah (daerah) kita? Selamat bekerja kepada pengurus baru Bazda Kalbar.

(Penulis alumni Institut Manajemen Zakat, Jakarta)

0 komentar: