Kamis, 03 Juli 2008

Penerapan RUU BHP di Universitas Tanjungpura

Oleh : Wandy

Bang, kemarin saya lihat ada sekumpulan mahasiswa keliling kampus Untan. Katanya sih mereka mau Demo ke kantor Gubernur tentang permasalahan RUU BHP. Aku sudah lama dengar masalah BHP itu, tapi sampai sekarang aku tak tahu apa itu BHP?
Ini merupakan pemaparan adik senior saya ketika dia baru menduduki semester dua di Kampus Fisip Untan yang bercerita tentang RUU BHP yang bermula dari demo mahasiswa keliling kampus Untan. Dari cerita tersebut, ada sesuatu yang sangat menarik bagi saya dan saya cerna kembali yaitu ketidaktahuannya terhadap RUU Badan Hukum Pendidikan atau BHP.

Timbul di benak saya bahwa memang RUU BHP ini masih belum terpublikasi ke mahasiswa di Untan, yang mengherankan lagi mengapa bisa terjadi seperti itu? Mungkin ini sedikit dari mahasiswa yang ada di Untan bahwa yang tidak tahu tentang BHP ini, mungkin saja banyak atau mungkin saja sedikit.
Yang saya ketahui sekarang, kita masih tidak sadar bahwa penerapan BHP kini telah bermula. Terbukti adanya pembangunan bisnis pusat anggrek dan bunga lokal di depan Auditorium Untan. Selain itu, pihak rektorat akan berencana untuk membuka tempat bagi orang yang ingin memasarkan anggrek serta juga akan menjadi tempat hiburan dan tempat bermain bagi masyarakat. Wacana ini saya dapat melalui salah satu media cetak di Kalimantan Barat. Pada dasarnya dari program yang akan dijalankan oleh pihak Rektorat bekerjasama dengan Dinas Pertanian itu adalah baik adanya. Namun untuk penempatan itu sebenarnya tidak layak untuk ditempatkan di areal Untan. Hal ini dikarenakan ketika orang mulai memasarkan anggrek di tempat tersebut, malah akan nampak bahwa Untan menjadi kampus yang tidak edukatif, malah komersialisasi. Ditambah lagi areal tersebut akan dijadikan tempat hiburan dan tempat bermain, yang terlihat di mata kita adalah hedonis yang muncul nantinya.
Selanjutnya permasalahan penyewaan lahan yang ada di Untan. Sebenarnya, jikalau RUU BHP ini harus diberlakukan artinya dari segi pendanaan Untan juga harus mapan. Karena dengan adanya penyewaan lahan artinya Untan belum mampu untuk memiliki dana yang cukup. Dari segi untuk pembangunan gedung, pemberian beasiswa, jumlah mahasiswa, masih juga didapat dari pihak luar yang melalui kerjasama dan juga dana operasional dari pemerintah.Terbukti masih ada kampus di Untan belum ada pembangunan yang memadai serta dari segi kuantitas jumlah mahasiswa kampus tersebut tidak dapat menjadi kampus yang favorit bagi masyarakat.
Sampai sekarang yang kita lihat, BHP belum bisa untuk diterapkan. Jika akreditas kampus Untan yang terdiri dari beberapa fakultas baik, segi pendanaan cukup tanpa harus bekerjasama untuk mendapatkan dana yang juga sebagai lahan komersil, orang miskin mampu untuk memasuki Perguruan Tinggi, maka BHP baru dikatakan mapan dan mandiri didalam pelaksanaannya, tanpa harus menaikkan SPP bagi Mahasiswa.
Kelemahan kita yang berstatus mahasiswa sampai saat ini mengalami krisis atau kekurangan responsibilitas terhadap permasalahan kampus, seakan-akan apa yang kita ketahui dari sejauh mata memandang tanpa disadari bahwa ada banyak permasalahan yang tidak kita ketahui yang nantinya akan menjadi boomerang bagi kita sendiri. Kita sekarang dihadapkan dengan jadwal kuliah yang sangat padat sehingga aktivitas berorganisasi serta berekspresi untuk mengetahui serta menganalisis permasalahan kampus sendiri, salah satunya dalam mengetahui permasalahan BHP ini. Begitu juga dengan pihak Rektorat yang sangat jarang sekali mengekspos serta membuka dialog duduk satu meja dengan mahasiswa terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Karena tidaklah bijak apabila di dalam suatu komunitas hanya mengatasi suatu permasalahan sendiri tanpa melibatkan semua orang yang tergabung di dalam komunitas tersebut. BHP adalah masalah kecil yang akan berpengaruh besar, namun jika dapat diatasi secara bersama-sama, maka sebesar apapun persoalannya pasti dapat diatasi dengan hasil yang baik serta data dipertanggungjawabkan
Sekali lagi wacana Penerapan RUU BHP di Untan ini diungkapkan bukan berarti untuk meng-hegemoni, mendiskreditkan serta meragukan kemampuan kita semua. Tapi aplikasi dengan memperhatikan point-point pada paragraf diatas seperti apa yang diungkapkan oleh Montesquieu bahwa "Suatu pekerjaan yang kecil itu lebih mulia daripada ide raksasa yang masih berupa rencana." Juga tambahan kerja yang kecil dan juga rencana yang besar boleh saja, asalkan tidak mengorbankan harkat dan martabat orang banyak.

*Penulis adalah Sekum HMJ-IA Fisip Untan dan Ketua P3A HMI Komisariat Fisip Untan Cab. Pontianak

0 komentar: