Kamis, 03 Juli 2008

PENTINGNYA TRANSPARANSI

Oleh: Rudy Handoko

TRANSPARANSI adalah prinsip menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.

Pemerintah daerah seharusnya perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.

Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi, sedangkan instrumen pendukung adalah fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada dipenyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan. Untuk itu adanya Perda Transparansi adalah sebagai produk hukum yang memberikan jaminan untuk mengatur tentang hak memperoleh akses dan penyebarluasan informasi kepada publik. Apalagi transparansi memang telah menjadi semacam suatu etika pergaulan internasional yang mesti ada untuk menjamin integritas dan keberlangsungan demokratisasi.

Pun, terselenggaranya sistem pemerintahan yang akuntabel dan transparan merupakan salah satu kunci perwujudan good governance. Di dalam sistem dimaksud tercakup beberapa prasyarat yang harus dipenuhi tatkala transparansi dan akuntabilitas menjadi barometer. Di antara prasyarat itu adalah jaminan bahwa segala peristiwa penting kegiatan pemerintah (kegiatan badan publik) terekam dengan baik dengan ukuran-ukuran yang jelas dan dapat diikhtisarkan melalui proses informasi dimana kita bisa melihat segala yang terjadi dan terdapat di dalam ruang entitas itu, yakni entitas pemerintah.

Dengan adanya transparansi pemerintahan yang ditunjang dengan payung hukumnya yang jelas maka akan menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, maka akan menjamin meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya dan akan dapat meminimalisir berkurangnya pelanggaran/penyimpangan dalam pengelolaan pemerintahan.

Kalbar telah mempunyai Perda Nomor 4 Tahun 2005 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Kalbar. Masalahnya, sekarang ada tidak political will dari pemerintah untuk segera efektif mengimplementasikan Perda Transparansi tersebut. Meski telah dibuat, tapi sekarang dapat kita lihat implementasinya masih jauh panggang dari api. Transparansi masih belum menjadi semangat, paradigma dan etika dalam pengelolaan pemerintahan.

Perda Nomor 4 Tahun 2005 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Kalbar terbit pada 30 Juni 2005 tersebut memuat sembilan bab dan 32 pasal. Peraturan tersebut memuat kewajiban badan publik untuk mengumumkan informasi secara aktif mengenai proses perencanaan pembangunan daerah termasuk APBD, mulai perencanaan, pembahasan, hingga penetapan, rencana tata ruang hingga penetapan, pelaksanaan kegiatan pembangunan, nama, struktur, tugas, dan fungsi badan publik terkait, prosedur dan tata cara untuk mendapatkan informasi publik pada badan publik; jadwal kegiatan badan publik. Namun mana yang benar-benar telah terlaksana?

Hadirnya Perda Nomor 4 Tahun 3005 tentang Transparansi, hanya sekedar pelengkap dan penghibur agar dapat meredam suara-suara nyaring yang mendorong transparansi pemerintahan. Terlebih lagi, jangan-jangan hadirnya Perda tersebut, hanya sebagai bentuk justifikasi saja, bahwa pemerintahan di Kalbar seakan-akan telah berniat baik untuk, dan telah transparan. Sederhananya, Pemprov memandang bahwa transparansi telah terlaksana ketika perdanya telah ada. Padahal, seperti yang kita ketahui, pola pikir yang terbangun di jajaran pengambilan kebijakan (Pemprov dan Legislatif), terbiasa membuat Perda, tapi gagal dalam implementasi. Seakan-akan jika sudah membuat perda, maka sudah gugur kewajiban.

Kemudian, menanggapi bahwa Gubernur seakan salah persepsi tentang implementasi Perda Transparansi, saya malah menduga bahwa gubernur tidak mengerti dan memahami tentang Perda itu. Lebih lanjutnya, saya malah khawatir, jangan-jangan Gubernur tidak paham atau awam tentang tata kelola pemerintahan yang baik seperti yang termaktub dalam semangat dan prinsip-prinsip good governance. Sehingga setiap pernyataannya yang muncul cenderung tidak menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang memahami dan mengerti tentang hal itu, serta mungkin tidak memiliki sense terhadap prinsip-prinsip good governance.

Pihak Parlemen, dalam hal ini sebagai pihak yang ikut membahas perda tersebut, harus berani fight, jangan seperti macan tak bertaring yang beraninya hanya mengaum di kejauhan, tapi mandul dan tak berani mengambil aksi yang lebih tegas terhadap implementasi perda ini.

Seringkali muncul tanggapan serius dari para wakil rakyat, sangat garang bahasanya untuk mendorong agar perda ini di implementasikan, tapi kok ternyata tak punya greget yang kuat yang dapat mendorong agar Pemprov serius mengimplementasikan Perda. Pertanyaan besarnya, what happen? Bisa jadi gerakan itu tidak terjadi secara massif di Parlemen, malah mungkin masih ada sebagian yang menganggap atau berpikiran bahwa Perda tersebut bukan sesuatu hal yang penting. Kalau sudah begini, setali tiga uang, sama saja antara Pemprov dan Parlemen, tidak memiliki sense terhadap Perda Transparansi ini. Padahal ketika studi banding dilakukan, antara lain studi banding terhadap pelaksanaan perda yang sama ke Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Bukankah sudah cukup menjadi bukti, bagaimana jalannya pemerintahan di sana yang cukup berhasil.

Sungguh disayangkan, ketika akan menggodok perda, berapa uang rakyat yang habis, baik untuk agenda rapat pembahasan maupun studi banding. Namun dua tahun berlalu ternyata tak efektif dilaksanakan. Dengan tidak di implementasikannya perda tersebut, sama saja Pemprov melakukan pembohongan terhadap publik.

Perda ini diharapkan mampu menciptakan sebuah pemerintahan yang bersih dan berwibawa sesuai dengan semangat dan prinsip-prinsip good governance. Tapi apakah sudah ada niatan tulus dari Pemprov untuk benar-benar tampil bersih, transparan dan partisipatif? Wallahu'alam.

Penulis: Pegiat Lembaga Studi Sosial dan Demokrasi (eLSSiDe)
Divisi Riset JARI Orwil Borneo Bagian Barat.

0 komentar: