Selasa, 22 Juli 2008

'Raport' Merah IPM Kalbar

Oleh : Rasiam

TREND konsep pembangunan ekonomi ala modern yang dikampanyekan oleh para ahli ekonomi kelas wahid masih berkutat pada 5 isu yang dimunculkan, diantaranya adalah peningkatan pendapatan, pemerataan distribusi pendapatan, human development indek, physical quality of life index, dan sustainability. Kelima isu ini sengaja digaungkan oleh para ekonom berkaitan dengan kondisi kebijakan ekonomi dunia yang semakin terpuruk. Lepas dari kepentingan khalayak ramai (masyarakat). Lagi pula teori ini muncul disebabkan karena volume problematika sosial semakin tidak terbendung. Anggap saja volume problematika sosial tersebut melampaui teori konvensional yang selama ini dijadikan kebijakan oleh negara sehingga memerlukan pembaharuan teori demi menjemput problematika yang setiap saat silih berganti.

Kelima isu yang diangkat diatas, terdapat dua isu yang kurang mendapatkan respon positif oleh pemegang kebijakan, diantaranya adalah pembangunan yang sustainable dan pemerataan pendapatan. Diantara keduanya yang paling sulit diterapkan oleh pemegang kebijakan adalah pemerataan pendapatan karena pemerataan pendapatan bersinggungan langsung dengan kepentingan dan kehidupan glamour pemegang kebijakan. Ada ungkapan 'kekuasaan adalah kesempatan', sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan distribusi hak masyarakat harus dipikir ratusan kali.

Tidak diterapkannya kelima teori di atas dalam konsep pembangunan mengakibatkan kemiskinan masih akrab dengan kehidupan masyarakat. Konteks di Kalimantan Barat misalnya, Indeks Pembangunan Manusia-nya (IPM) (mengacu pada data statistik Kalbar dalam angka tahun 2007), berada pada tingkat 28 nasional dengan jumlah penduduk 4.118.225 jiwa. Rangking lima dari bawah seluruh Indonesia. Merupakan berita yang tidak mengenakkan dimana Kalbar merupakan salah satu daerah yang kaya akan potensi alamnya. Ini masalah marwah daerah di mata nasional dan internasional.

Setelah ditelaah, ada beberapa faktor penyebabnya, diantaranya adalah pemerataan pendapatan masih jauh dari keadilan sesungguhnya. Faktor lain adalah penciptaan sumber daya manusia. Dari jumlah 4.118.225 jiwa penduduk Kalbar, jumlah masyarakat yang mengenyam pendidikan SD ke bawah berjumlah 60% dengan kategori, tidak tamat SD sekitar 174.307 jiwa, yang tidak tamat SD 391.271 jiwa dan tamat SD hanya berkisar 609.753 jiwa. Sementara dari sisi tenaga kerja, jumlah tenaga kerja di Kalimatan Barat sekitar 1.969.298 jiwa. Lebih dari 50 % total jumlah penduduk Kalimantan Barat.

Tentunya banyak pertanyaan, mengapa bisa terjadi seperti itu? Ada beberapa hal yang tidak sinergi antara program perencanaan dengan pelaksanaan di lapangan sehingga IPM Kalbar sangat memprihatinkan. Kemiskinan terus akrab dengan kehidupan masyarakat sehingga masyarkat lebih suka mempekerjakan anaknya dibandingkan pergi ke sekolah. Kemiskinan yang dijadikan biang kerok ternyata punya penyebabnya juga, salah satunya distribusi pendapatan yang tidak optimal.

Secara global faktor-faktor penyebab lain dari kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor keterbatasan wawasan, kurangnya ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang rendah, merupakan faktor internal. Sementara kebijakan pembangunan yang keliru dan korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin, merupakan faktor eksternal.

Faktor-faktor internal dapat dipicu pula oleh munculnya oleh faktor-faktor eksternal juga. Seperti kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi masyarakat. Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan. Kurangnya pendapatan merupakan akibat langsung dari keterbatasan lapangan kerja. Dan seterusnya begitu, berputar-putar dalam proses saling terkait. Terkenal dengan nama lingkaran setan.

Mengurai berbagai faktor penyebab kemiskinan tidaklah mudah. Keterbatasan lapangan kerja, misalnya, seharusnya bisa diatasi dengan penciptaan lapangan kerja. Namun penciptaan lapangan kerja bukanlah hal yang begitu saja dapat dilakukan, misalnya dengan cara pemerintah melakukan pinjaman, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri. Namun, cara ini tidaklah serta merta akan mampu menciptakan lapangan kerja jika aparat birokasi di tataran pelaksana tidak satu visi dengan kebijakan pemerintah pusat.

Upaya meningkatkan penguasaan iptek pada masyarakat bawah juga bukan hal yang mudah. Masalah utamanya adalah biaya pendidikan yang sangat mahal saat ini, banyak dari mereka yang berpotensi karena kemampuan otak yang dimiliki tidak mampu melanjutkan studinya di level yang lebih tinggi akibat faktor biaya tersebut. Tetapi bukan hanya itu, budaya menghargai simbol-simbol formal di masyarakat Indonesia merupakan hal yang sangat menghambat kemajuan penguasaan iptek.

Optimalkan Program Pengentasan Kemiskinan

Dalam upaya pengentasan masyarakat miskin, sejak orde baru hingga kini, berbagai program telah diluncurkan. Misalnya dikeluarkannya berbagai Inpres, seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, dan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Dapat dicatat juga program-program pemberdayaan lainnya seperti Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), dan yang paling terbaru adalah subsidi langsung tunai (SLT) subsidi masyarakat miskin pasca kenaikan harga BBM. Sementara, hampir semua departemen mempunyai program penanggulangan kemiskinan, dan dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan program-program tersebut telah mencapai puluhan trilyun rupiah.

Pertanyaannya kini adalah seberapa besar efek pengentasan dan pemberdayaan yang telah ditimbulkan berbagai program tersebut pada lapisan masyarakat miskin yang menjadi sasarannya? Jawabannya - jika tidak boleh dikatakan gagal - maka yang paling tepat adalah semua program belum mencapai sasaran. Paling tidak ada kesadaran kemanusiaan bagi pelaksana pembangunan Kalbar bahwa terjadinya penyunatan anggran di setiap pos-pos proyek merupakan kejahatan yang tidak bisa ditolerir sampai kapan pun dan merupakan penyebab terpuruknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar. **

* Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta, Pengurus Besar (PB) HMI.

0 komentar: